SURAH AL-‘ASHR
(Kajian Singkat tentang hikmah dan kandungan maknanya)
Oleh: Hendra Tirtana
HIKMAH PENAMAAN SURAH
Surah ini masuk dalam kelompok surah Makkiyyah, yang berarti ia diturunkah sebelum nabi hijrah ke Madinah. Surah ini dinamakan dengan al-‘Ashr diambil dari kata tersebut yang ada pada awal surah. Al-‘Ashr menurut mayoritas ulama sepadan dengan kata ad-dahr, yang berarti waktu atau masa secara umum tidak terkait dengan waktu pagi, siang maupun sore. Al-‘Ashr mendapatkan kemuliaan menjadi obyek sumpah karena di dalamnya terdapat beragam peristiwa; bahagia-nestapa, sehat-sakit, mulia-hina, kaya-papa (miskin). Kata ini terbagi pada enam kategori: tahun, bulan, hari, jam, menit dan detik. (Wahbah az-Zuhaili, Tafsir al-Munir, Juz 15, hal. 786)
BEBERAPA RIWAYAT YANG MENUNJUKKAN KEUTAMAAN SURAH
Diriwayatkan bahwa ‘Amr bin ‘Ash pada saat masih belum masuk Islam pergi untuk menemui Musailamah al-Kazzab, salah seorang ahli Syair yang cukup populer di kalangan masyarakat Mekkah saat itu. Musailamah menanyakan pada ‘Amr tentang kabar wahyu yang diturunkan pada rasulullah saw. ‘Amr menjawab bahwa Muhammad saw. telah menerima sebuah surah yang ringkas dan indah, yaitu surah al-‘Ashr. Kemudian Musailamah berfikir sejenak dan menggubah sebuah syair untuk dapat menandingi surah tersebut. Musailamah mengklaim bahwa syair tersebut merupakan wahyu seperti yang diterima rasulullah saw. Ia lalu meminta pendapat ‘Amr mengenai syair tersebut. ‘Amr hanya menjawab. “sesungguhnya engkau tahu aku pasti akan mengatakan engkau adalah pembohong besar”.
Imam Thabrani meriwayatkan dari jalur Hammad bin Salamah bahwa pada zaman nabi terdapat dua orang laki-laki yang merupakan sahabat nabi di mana setiap perjumpaan mereka selalu diisi dengan membaca surah al-ashr. Mereka tidak akan berpisah sebelum satu sama lain membaca surah tersebut.
Kedua riwayat di atas menunjukkan bahwa surah ini mendapat pengakuan luas pada saat itu sebagai surah yang memiliki keistimewaan luar biasa baik dalam susunan bahasanya dan ajaran-ajaran yang terkandung di dalamnya. Oleh karena itu, Imam Syafi’i berkata seandainya seseorang merenungkan kandungan surah ini niscaya surah tersebut dapat melapangkan hatinya. (Ibn Katsir, Tafsir Ibn Katsir, Jilid 8, hal. 479)
KORELASI DENGAN SURAH SEBELUMNYA.
Di dalam Mushhaf al-Qur’an yang menjadi pegangan mayoritas umat Islam, atau sering disebut sebagai Mushhaf Usmani, surah Al-Ashr terletak setelah surah at-Takatsur. Peletakan ini tidak berarti bahwa surah at-Takatsur turun lebih dahulu daripada surah al-‘Ashr. Karena sejatinya surah Al-‘Ashr turun lebih dahulu dari surah At-Takatsur. Namun demikian jika kita ambil korelasi antara surah at-Takatsur dan surah al-Ashr terdapat hubungan yang erat antara keduanya. Jika pada surah at-Takatsur menyinggung larangan bagi seseorang untuk terlalu asyik dengan sikap menonjolkan kemegahan harta dan kelompoknya, dalam surah al-Ashr memberikan solusi agar menjauhkan dari dari sikap tersebut yaitu dengan mengisi kehidupannya dengan iman, beramal baik, saling menasehati dengan hal yang baik dan ta’at kepada Allah serta saling memberikan nasehat tentang kesabaran untuk meninggalkan diri dari maksiat dan sabar terhadap berbagai cobaan dan fitnah. (Wahbah az-Zuhaili, hal. 786 ).
MAKNA KOSA-KATA
Kata Iman di sini menurut ath-Thobari berarti membenarkan Allah, mengesakan-Nya dan mengakui-Nya dengan cara mentaati-Nya (Muhammad Bin Jarir, Tafsir Thabari, Jilid 24, hal. 613). Sedangkan kata Haq berarti sesuatu yang pasti yang tidak dapat diingkari lagi baik berupa keyakinan dan ritus. Demikian pula dikategorikan sebagai Haq adalah apa yang ditunjukkan oleh dalil yang pasti, atau yang terlihat dengan mata telanjang, atau hukum yang benar yang dibawa oleh nabi (hadis). Sabar berarti potensi dalam diri yang dapat membuat seseorang untuk memikul kesulitan dalam berbuat. Sedangkan kata tawashow menurut al-Qurthubi berarti saling mencintai antara sesama dengan saling menasehati atau mengajak kepada kebaikan antara satu sama lain. Dengan berlandaskan cinta antar sesama tentunya kita tidak rela jika orang lain, khususnya sesama muslim, terjerumus kepada hal-hal yang negatif oleh karena itu kita akan selalu berusaha untuk menasehatinya. (Muhammad bin Abi Bakar al-Qurthubi, al- Jami’ li ahkam al-Qur’an, Jilid 22, hal. 467)
KANDUNGAN SURAH
- Manusia selalu dalam kerugian jika ia hanya sukses dalam hal duniawi (ekonomi mapan, karir cemerlang dan lainnya) dan tidak dibarengi dengan peningkatan amaliah untuk menuju akhirat.
- Dalam mengarungi kehidupan, manusia memiliki dua tanggung jawab; tanggung jawab sebagai pribadi dan tanggung jawab sosial. Tanggung jawab pribadi ini dicerminkan dengan perintah memiliki iman yang kokoh dan beramal sholeh, sementara tanggung jawab sosial diwujudkan dengan saling menasehati antara sesama agar selalu berada dalam jalan yang benar dan sabar dalam menghadapi problematika kehidupan.
- Menurut Ar-Razi dalam surah ini kata “saling berwasiat” digandeng dengan Iman dan Amal Sholeh untuk menunjukkan kebenaran merupakan hal yang sukar dan pasti disertai dengan berbagai ujian dan cobaan untuk merealisasikannya sehingga butuh dukungan dari orang lain dengan saling mengingatkan atau memberikan motivasi agar tidak mudah putus asa dalam menjalankannya. (Muhammad ar-Razi, Tafsir al-Kabir,Juz 32, 90)
- Waktu merupakan hal yang mulia sehingga dijadikan sebagai obyek sumpah. Kita dilarang untuk mencelanya. Dalam hadis dinyatakan “janganlah kalian mencela waktu karena waktu yang mengaturnya adalah Allah sendiri” (al-Bukhari). Dengan demikian waktu harus dimuylakan dengan diisi berbagai tindakan positif dan berguna, baik untuk diri sendiri maupun orang lain. Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan al-Hakim dalam kitab al-Mustadraknya terdapat hadis yang dapat dijadikan renungan mengenai berharganya waktu “ambillah lima kesempatan sebelum kesempatan itu hilang, yaitu:
a. Waktu mudamu sebelum datang waktu tuamu
b. Waktu sehatmu sebelum datang waktu sakitmu
c. Masa kayamu sebelum masa kefakiranmu
d. Masa luangmu sebelum masa sibukmu
e. Hidupmu sebelum matimu (Muhammad bin Abdullah al-Hakim, al-Mustadrak ‘alashshahihain, juz 4 , hal. 341)
Semoga kita mampu memaksimalkan waktu kita sebaik mungkin dengan mengisinya dengan empat hal di atas; memperteguh iman, beramal shaleh, saling menasehati dengan hal yang benar dan saling menasehati dengan kesabaran.
DAFTAR PUSTAKA;
1. Muhammad bin Abdullah al-Hakim, al-Mustadrak ‘alashshahihain, Beirut: Dar al-Kutub Ilmiyyah
2. Muhammad bin Abi Bakar al-Qurthubi, al- Jami’ li ahkam al-Qur’an, Cet. Ke-1, Beirut: Muassasah ar- risalah, 2006
3. Ibn Katsir, Tafsir Ibn Katsir, Riyadh: Dar Tayyibah, Cet. Ke-2, 1999
4. Wahbah az-Zuhaili, Tafsir al-Munir, Damasq: Dar al-Fikr, Cet. Ke-10, 2009.
5. Muhammad Bin Jarir Ath-Thabari, Tafsi ath-Thabari, Kairo: t.p, Cet. Ke-1, 2001
6. Muhammad ar-Razi, Tafsir al-Kabir, Beirut: Dar al-Fikr, Cet. 1, 1981